JAKARTA, RABU - Minggu lalu dunia dihebohkan dengan penemuan kembali monyet terkecil di dunia yang sudah lebih dari 80 tahun tidak pernah terlihat. Tarsius pumilus, demikian nama ilmiah spesies tersebut ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, oleh Sharon Gursky-Doyen dari antropologi Texas A&M University, AS.
Penemuan ini sangat penting karena spesies tersebut baru empat kali ditemukan sejak dideskripsikan tahun 1921. Sebelum Gursky-Doyen menemukannya, spesies tersebut pernah tertangkap tahun 2000. Adalah tim yang dipimpin Dr. Ibnu Maryanto, peneliti mamalia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tanpa sengaja menemukannya dalam jerat tikus yang dipasangnya di lantai hutan Lore Lindu.
"Jeratnya kan kita beri ikan asin. Mungkin ikan asin itu dikerumuni semut dan tarsius masuk," ujar Ibnu saat ditemui di sela-sela open house Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Cibinong, Bogor, Rabu (26/11). Sayang, tarsius tersebut mati karena jerat tersebut.
Ibnu mengaku kaget setelah mengetahui yang terjerat adalah jenis tarsius paling kecil. Ia kemudian menjadikannya spesimen penelitian yang kini diawetkan di MZB. Penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal internasional menarik minat sejumlah peneliti dunia untuk "memburu" spesies langka tersebut.
Menurut buku "Mamalia Dilindungi Perundang-undangan Indonesia" terbitan LIPI Press tahun 2008, Tarsius pumilus yang juga disebut tarsius kerdil, krabuku kecil, atau ngasi dan tangkasi oleh penduduk lokal merupakan jenis tarsius paling kecil. Ukuran tubuhnya saat dewasa antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara 197-205 milimeter.
Spesies ini memiliki kemiripan dengan Tarsius spectrum yang hidup menyebar di hampir semua wilayah Sulawesi. Namun, Tarsius pumilus tidak memiliki bintik yang pucat di samping telinga seperti Tarsius spectrum. Rambut ekornya juga lebih lebat dibandingkan tarsius pada umumnya.
Warna tubuhnya antara abu-abu hingga coklat dengan rambut muka merah kecoklatan. Jika primata lain umumnya memiliki kuku, tarsius memiliki cakar yang sangat berguna untuk memanjat. Ekor bersisik dengan rambut antara 60-70 persen. Kaki depan maupun belakang terkesan panjang.
Tarius kerdil hidup di hutan primer dengan tipe hutan berlumut pada ketinggian antara 1800-2200 meter. Saat ditemukan di Roreketimbu, hewan tersebut mendiami lubang-lubang perakaran tanah.
Selain Tarsius pumilus, setidaknya ada 6 spesies sejenis lainnya yang hidup di Indonesia dan 1 di Filipina. Bahkan, Ibnu yakin masih ada spesies baru Tarsius yang belum pernah diidentifikasi. Dalam ekspedisi berikutnya, ia berharap dapat menemukannya di daerah-daerah yang selama ini terisolasi dari daratan Sulawesi terutama pulau-pulau kecil sekitarnya.